Gerimis yang turun sejak pagi hari ditambah udara dingin mengantar saya dan suami ke Tudor House siang ini. Pilihan menu jatuh ke Afternoon Tea berupa 4 finger sandwiches (cream cheese herb & walnut, cucumber & cream cheese, curried chicken salad and tuna salad) scones with raspberry jam & Devon cream, petit fours and speciality tea or coffee. Untuk tehnya saya pilih Red Rose Original sementara suami pilih Typhoo. Typhoo merupakan salah satu merek teh populer dari Inggris sementara Red Rose awalnya perusahaan teh dari Canada yang sekarang berada dibawah bendera Redco Foods. Red Rose hanya menggunakan teh dari 4 negara, Sri Lanka, Kenya, India dan ... Indonesia!
Teh datang dalam teko keramik berwana biru tua, agak sedikit kecewa begitu melihat teh yang disajikan berupa teh celup, bukan teh seduh. Seduhan berwarna cokat kemerah2an dengan aroma menyenangkan. Tegukan pertama tanpa gula, tanpa susu terasa smooth. Rasa manis tampil secara samar-samar dengan rasa pekat yang hampir tidak terdeteksi. Saat seduhan teh pertama tersisa setengah cangkir, saya coba dengan sedikit susu, rasa teh sedikit melemah. Cangkir kedua dan ketigapun akhirnya dinikmati tanpa gula atau susu untuk menemani sandwich dan scones yang dipesan. Secara keseluruah teh celup Red Rose tidak terlalu mengecewakan, jauh lebih enak dari teh celup PG Tips atau Tetley.
Wednesday, December 30, 2009
Wednesday, December 23, 2009
Yuuki Midori Matcha
Hari ini untuk pertama kalinya saya menikmati matcha yang saya siapkan sendiri. Hasilnya ternyata tidak mengecewakan, berbuih sebagaimana mestinya dan yang lebih penting, saya suka rasanya, pahit khas rasa teh hijau, creamy dan smooth seperti rasa matcha yang saya ingat. Keasyikan menikmati sampai lupa memfoto matcha sebelum diminum. Hanya sempat memfoto sisa-sisanya yang tertinggal di dasar chawan.
Menurut Mutsuko Tokunaga dari World Green Tea Association dalam New Tastes in Green Tea, matcha adalah bentuk bubuk dari tencha, teh hijau dari Jepang yang dihasilkan dengan cara melindungi tanaman teh dari sinar matahari dua atau tiga minggu sebelum panen dengan menggunakan "screen" yang terbuat dari kain atau jerami. Saat proses pengeringan, daun teh tidak di digulung, dan semua tangkai dan serat teh dibuang sebelum akhirnya digiling dengan gilingan batu sampai sangat halus. Sebagian orang (termasuk saya) mengasosiasikan matcha dengan Japanese Tea Ceremony lengkap dengan segala aturan dan etiketnya. Karenanya walaupun saya langsung jatuh cinta dengan rasa matcha saat pertama kali mencicipinya dalam acara Japanese Tea Ceremony di Hakone, Jepang akhir tahun 1991, saya tidak berani untuk mencoba menyiapkan matcha di rumah sampai hari ini. Keingintahuan lebih dalam tentang teh hijau Jepang sekembalinya dari Kyoto bulan lalulah yang mengarahkan saya kembali ke matcha.
Matcha yang saya coba hari ini adalah organic matcha berlabel "Yuuki Midori" dari Yuuki-Cha. Menurut Yuuki-Cha, Yuuki Midori berjenis Usucha (thin matcha), 100 % first harvest dan dari perkebunan teh hijau Harima Organic di Uji, Kyoto. Peralatan yang digunakan hari ini kecuali chawan (mangkok untuk meminum matcha) juga saya beli dari Yuuki-Cha. Sepertinya mulai hari ini Yuuki Midori akan menjadi my morning beverage.
Saturday, December 19, 2009
Gyokuro Kanro
Setelah kyusu yang dipesan lewat Yuuki-cha tiba dengan selamat, hari ini terlaksanalah niat untuk menikmati Gyokuro yang dibeli di toko Ippodo di Kyoto bulan lalu. Ini adalah pertama kalinya saya menikmati Gyokuro hasil dari seduhan daun teh. Sebelumnya saya hanya minum teh celup Gyokuro dari Fukujuen, juga perusahaan teh dari Kyoto. Gyokuro yang artinya adalah jade dew merupakan teh hijau Jepang berkualitas tinggi dengan kadar caffeine and chlorophylnya juga lebih tinggi dibandingkan teh hijau Jepang lainnya.
10 gram Gyokurop yang berwarna hijau tua diseduh dengan 80ml air bersuhu 140ºF (60ºC) dalam kyusu. Karena tidak mempunyai termometer yang tepat untuk mengukur suhu air, saya menggunakan metoda teacup transfer untuk menurunkan suhu air mendidih ke suhu yang diperlukan dengan menggunakan 3 cangkir teh. Seduhan pertama selama 90 detik menghasilkan air seduhan hijau bening, terasa smooth dan beraroma seaweed. Tidak terasa jejak rasa pahit sedikitpun, rasa seaweed muncul secara perlahan. Rasa teh tidak berubah sama sekali setelah seduhan kedua dan ketiga. Saya dan suami langsung menyukai teh ini dan merasa sedikit menyesal tidak membeli banyak. Tapi mungkin ada baiknya juga karena tertera tanggal kadaluwarsa 20 April 2010.
Saturday, December 05, 2009
Green Tea at Kawamatsu Restaurant, Asakusa
Both hubby and I love unagi (eels). While walking around Asakusa in Tokyo last month, we found one restaurant that serves broiled unagi. Once inside, we realized we were the only two customers who are not Japanese! That's a good sign and we're glad to find a restaurant that is not only visited by tourists. The unagi meals was yummy. The ocha served for free was also very delicious. It might be a sencha, but I was not sure and couldn't find out from the wait staff as none of them speaks English. Our Japanese is very limited to ocha, unagi and some greetings which didn't help either. Wish we spoke Japanese!
Ippodo, Kyoto
While in Kyoto last month, we visited Ippodo Tea Store on Teramachi-dori in the heart of Kyoto. The store was founded in year 1717 at the same exact location as it is now. It's overwhelming to see so many selections of Japanese green tea at the store. While not all the staff speak English, they provide several samples in a small tin for visitors to smell and see the leaves.
We were hoping to visit their Kaboku Tearoom and enjoy the tea we would brew ourselves. But when we got to the store, their tearoom was already closed. So we just hang out at the store smelling different types of tea before deciding what to get.
Subscribe to:
Posts (Atom)